Oleh Megan Gannon, Editor Berita | LiveScience.com
NEW YORK –
Sebelum para insinyur bisa membuat mesin sungguhan yang mampu meniru
pikiran manusia, para ilmuwan masih membutukan waktu yang lama untuk
membuat tiruan 100 miliar neuron otak dan 100 kuadriliun hubungan
antarneuron tersebut.
Di Eropa, ilmuwan neurologi Henry Markram
dan timnya membuat proyek ambisius yang kontroversial yang disebut Human
Brain Project yang sejak awal mencoba membuat sebuah otak visual.
Sebelumnya pada tahun ini, Presiden AS Barack Obama mengumumkan bahwa
jutaan dolar akan dikucurkan dalam usaha untuk memetakan aktivitas otak
melalui Brain Research through Advancing Innovative Neurotechnologies,
atau BRAIN.
Jumat malam (31 Mei), sebuah panel yang terdiri dari
para ahli di World Science Festival di New York menguraikan tantangan
yang mereka hadapi seperti mengatasi kendala sains dan teknologi.
Berikut
adalah empat kesulitan yang dihadapi untuk membuat otak digital, yang
dibahas dalam sesi bertajuk "Architects of the Mind: A Blueprint for the
Human Brain" itu.
Otak bukanlah komputerMungkin
para ilmuwan akan membuat komputer seperti otak manusia, namun otak
tidak bekerja layaknya komputer. Manusia memiliki kecenderungan
membandingkan otak dengan teknologi mutakhir saat ini, kata ahli
perkembangan neurobiologi, Douglas Fields dari National Institute of
Child Health and Human Development. Saat ini, analogi terbaik itu adalah
komputer, “Merupakan hal yang jelas bahwa otak tidak bekerja seperti
alat itu sama sekali,” tambah Fields.
Otak sebagian
berkomunikasi melalui impuls elektrik. Meski demikian otak adalah organ
biologis yang terbuat dari jutaan sel, sedangkan sel pada dasarnya hanya
“sekantung air laut,” kata Fields. Otak tidak memiliki kabel, tidak
memiliki kode digital, dan tidak memiliki program. Bahkan bila ilmuwan
menggunakan analogi kode komputer, mereka tidak akan mengetahui bahasa
apa yang digunakan otak.
Para ilmuwan membutuhkan teknologi yang lebih baikKristen
Harris, seorang ilmuwan neurologi di University of Texas di Austin juga
menentang analogi komputer tersebut, dengan mengatakan bahwa para
ilmuwan cenderung berpikir bahwa satu sel otak memiliki kemampuan yang
setara dengan kemampuan sebuah laptop. Itu merupakan salah satu cara
untuk menggambarkan kerumitan proses kerja setiap selnya.
Para
ilmuwan mampu melihat hubungan antara neuron tunggal secara mendetail,
namun melalui proses yang sangat rumit. Mereka harus memotong jaringan
neural terlebih dahulu, memindai ratusan potongan jaringan tersebut
dengan menggunakan mikroskop elektron, lalu menempatkan
potongan-potongan tersebut ke komputer untuk menjalani rekonstruksi,
jelas Murray Shanahan, profesor robotik kognitif di Imperial College
London.
Butuh waktu yang cukup panjang untuk melakukan hal
serupa meski menggunakan teknologi yang ada saat ini. Dan untuk
mendapatkan pernyataan rata-rata, para ilmuwan harus membandingkan
kuadriliunan hubungan tersebut pada beberapa otak yang berbeda.
“Tantangan
terbesarnya adalah memberikan para ilmuwan alat yang dapat melakukan
analisis yang lebih cepat,” kata Harris. Ia menambahkan, ahli fisika dan
para insinyur mungkin mampu membantu para ilmuwan untuk mengukur hal
tersebut, dan ia berharap wakil BRAIN akan ikut ambil bagian.
Bukan hanya neuron Bahkan
jika teknologi terbaru mampu memetakan kuadriliunan hubungan
antarneuron dalam otak, para ilmuwan masih harus menguraikan apa maksud
dari hubungan-hubungan tersebut terhadap kesadaran dan tingkah laku
manusia.
Terlebih lagi, neuron hanya terdiri dari 15 persen dari
sel-sel otak, kata Fields. Sel-sel lainnya disebut glia, yang dalam
bahasa Yunani berarti “lem”. Telah lama dipercaya bahwa sel-sel tersebut
menyediakan dukungan struktural dan nutrisi untuk neuron, namun Fields
mengatakan bahwa glia kemungkinan terlibat dengan menjadi latar belakang
penting komunikasi pada otak bak secara elektrik maupun secara
bersamaan.
Para ilmuwan telah mendeteksi perubahan sel-sel glia
pada pasien yang mengidap amyotrophic lateral sclerosis (ALS),
epilepsi, dan Parkinson, kata Fields. Sebuah penelitian pada 2011
menemukan ketidaknormalan pada sel-sel glia yang dikenal sebagai
astrocytes (sel yang berperan mengirim protein dan mengganti sel otak
yang rusak) dalam otak orang-orang yang mengidap depresi dan melakukan
bunuh diri.
Fields juga menegaskan bahwa neuron pada otak Albert
Einstein tidak begitu hebat, namun sel-sel glianya lebih besar dan lebih
rumit dibandingkan yang ditemukan dalam rata-rata otak manusia.
Otak adalah bagian dari tubuh yang lebih besarOtak
terus-menerus merespon masukan dari seluruh anggota tubuh. Mempelajari
otak secara tertutup malah akan mengabaikan sinyal-sinyal yang masuk ke
ke otak, kata Gregory Wheeler, filsuf, pemikir, dan ilmuwan komputer di
Carnegie Mellon University.
“Otak berevolusi untuk membuat tubuh
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan,” kata Wheeler. Sebaliknya,
dibandingkan meneliti otak secara terpisah, para ilmuwan harus
menempatkannya dalam sebuah tubuh — yaitu sebuah robot tubuh.
Wheeler
juga telah memiliki contoh robot itu. Ia memperlihatkan sebuah video
yang menampilkan Shrewbot, sebuah robot tiruan tikus Etruscan yang
diciptakan oleh para peneliti di Bristol Robotics Lab, Inggris.
Sinyal-sinyal tersebut berasal dari “kumis” sensitifnya yang memengaruhi
gerakan-gerakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar